Demam piala dunia jelang laga Spanyol-Belanda

Antusiasme penggemar sepak bola di Indonesia mulai terasa saat laga perdana Piala Dunia antara Brasil dan Kroasia, Kamis (13/06) dini hari.

Oggy and the Cockroaches: The Movie, Kisah Penyelamatan Dunia

Di balik penciptaan dunia, terdapat dua kekuatan besar yang beradu. Zaman demi zaman terlewati, generasi demi generasi bermunculan, kedua kekuatan itu masih saja berperang.

Warga Pontianak Gegerkan Penemuan Mayat Pocong Keluar Dari Kuburan

Warga di Jalan Adi Sucipto Pontianak dihebohkan dengan penemuan mayat yang masih dibungkus dengan pocong atau kain kafan di atas sebuah kuburan. Penemuan mayat pada Sabtu (25/5) itu

Website Resmi pemerintah Kota Singkawang

Sebagai orang asli Singkawang, anda pasti harusnya tau tentang yang satu ini, Website resminya pemerintahan kota singkawang.

Do You Know About The Top 10 brain Damaging Habits??

No Breakfast, Overeating, Smoking, High Sugar Consumption, Air Pollution, Sleep Deprivation...

Tampilkan postingan dengan label Astronomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Astronomi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Juni 2013

Supermoon Coming June 24th


The Moon appears to be in a nearly circular orbit around the Earth. But that word “nearly” means that there are slight variations in its motion across the heavens.
As it turns out, the distance from the Earth to the Moon varies by about 30,000 miles. This sounds like a lot, but it only represents about a 6-7 percent deviation from the average distance between the two bodies.
On Earth, the difference between when the Moon is at its closest point (perigee) and its farthest position (apogee) causes the Moon to appear slightly smaller or larger in the sky. [Note: these terms can be a little confusing, because perigee and apogee vary after each orbit, which means they change from month to month and year to year. So they really represent the nearest and farthest points in the lunar orbit over a specific period of time.]
On June 24th, the Moon will be in a nearly full moon phase as it reaches perigee, making it appear slightly larger in the night sky. On that day, the Moon will be the closest to Earth that it will be for all of 2013. Such approaches, when perigee coincides closely with a full moon, are known as supermoons. But the apparent size difference is very difficult to see; only careful measurements reveal the difference.
This particular supermoon is actually not that great. Occurrences in each of the coming years will be even better. The best one of the century won’t happen until December 6, 2052. And the Moon will not cross within 356,400 kilometers until January 1, 2257 (356,371 km), a truly rare approach!

Source : redOrbit

Senin, 17 Juni 2013

Kutub Mencair Perburuk Pemanasan Global

Lapisan es yang mencair di Kutub Utara justru menambah jumlah karbon dioksida di atmosfer, yang jelas meningkatkan pemanasan global dan radiasi matahari berlebihan.


Tahun ini mungkin tahun-tahun terpanas sepanjang hidup saya, kita juga tidak pernah tahu apakah tahun-tahun mendatang akan lebih panas atau mungkin berselimut tebal (mudah-mudahan tidak). Ada suatu yang menarik dibalik besarnya berita pemanasan global, saya menemukan hasil studi yang menyatakan bahwa lapisan es di Kutub juga ikut menjadi penyebab pemanasan global.

Pencairan Lapisan Es Memperburuk Pemanasan Global

Permafrost atau lapisan es di Arktik, saat ini mengalami pencairan akibat pemanasan global. Proses geologi ini melepaskan jumlah karbon jauh lebih besar daripada efek rumah kaca. Analisa ini diperoleh dari studi internasional Denmark yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature. Salah satunya Per Roos, seorang peneliti senior di DTU Riso, Laboratorium Nasional untuk Energi Berkelanjutan di bawah Technical University of Denmark (DTU).

Ilmuwan sudah mengetahui sejak lama bahwa pencairan lapisan es di Arktik merupakan sumber emisi gas setara efek rumah kaca yang memenuhi atmosfer, tapi mereka belum meyakini ukuran emisi tersebut dengan konsekuensi perkembangan alam lebih lanjut lebih memprihatinkan. Karbon dengan jumlah yang sangat besar tersimpan dalam lapisan es, adanya pemanasan global akan semakin menambah jumlah karbon dioksida di atmosfer.

Permafrost banyak ditemukan, tapi karakteristik ini lebih dominan berada di sepanjang garis pantai Siberia, sekitar 7000 km timur Kutub Utara. Lapisan tanah disini mencapai 30 meter telah dibekukan secara permanen dengan suhu dibawah 0 derajat Celcius selama ratusan ribu tahun. Permafrost berfungsi sebagai penopang garis pantai, tapi setelah pencairan es lapisan-lapisan tanah mengikis dan runtuh ke dasar laut. Bahan-bahan yang terkikis itu mengandung jutaan ton karbon kuno yang disimpan utuh dalam lapisan beku permafrost. Dengan cara ini, karbon kuno yang tersimpan sebelumnya menambah pemanasan global.

Permafrost di wilayah Kutub Utara diteliti melepaskan 44 juta ton karbon dioksida ke atmosfer setiap tahun, sedangkan bahan bakar fosil melepaskan 6000 hingga 7000 juta ton per tahun. Nilai yang kecil, tapi pelepasan karbon dioksida di Kutub Utara sangat mempengaruhi pemanasan global.

Aerosol Kurangi Radiasi Matahari Dan Cegah Pemanasan Global

Sebuah analisis baru muncul, metode ini menggunakan material halus Aerosol yang disebarkan ke atmosfer menggunakan pesawat khusus. Metode penyebaran aerosol guna mengurangi radiasi matahari ke bumi yang akan mengurangi dampak pemanasan global dan menunjukkan bahwa hal tersebut sangat memungkinkan dengan biaya terjangkau.

Analisis geoengineering diterbitkan Institute of Physics (IOP) Publishing’s Journal Environmental Research Letters, 31 Agustus 2012. Menyatakan bahwa penelitian teknologi saat ini sangat memungkinkan dan bisa diimplementasikan dalam berbagai bentuk berbeda dengan biaya kurang dari 5 miliar dollar per tahun. Biaya untuk mengurangi emisi karbon dioksida saat ini diperkirakan antara 0,2 hingga 2,5 persen dari anggaran teknologi yang ada atau setara dengan USD 200 hingga USD 2000 miliar hingga tahun 2030.

Analisis Solar Radiation Management (SRM) menginduksi efek serupa terhadap pengamatan tersebut setelah terjadinya letusan gunung berapi, pencairan lapisan es, namun para penulis menyatakan bahwa hal itu bukanlah strategi pilihan dan analisis tersebut hanya bisa dilakukan setelah penyelidikan menyeluruh, risiko dan implikasi biaya yang berkaitan dengan isu-isu ini.

Para penulis analisis ini mengingatkan bahwa pengurangan efek radiasi matahari tersendat dengan bertambahnya konsentrasi gas emisi di atmosfer maupun kenaikan kandungan asam dari lautan, diantaranya pencairan lapisan es yang berujung pengikisan tanah ke dasar laut. Mereka mencatat bahwa penelitian lain telah menunjukkan efek radiasi matahari yang tidak seragam justru akan menyebabkan perubahan suhu dan curah hujan berbeda di negara yang berbeda. Dalam studi tersebut, para peneliti dari Aurora Flight Sciences, Harvard University dan Carnegie Mellon University, melakukan analisis biaya rekayasa pada enam sistem yang mampu memberikan 1-5 juta metrik ton material pada ketinggian 18-30 km. Pesawat yang ada dirancang pada ketinggian maksimum hingga 30 km, dan pesawat hibrida baru dilengkapi dengan roket yang akan membawa gas ataupun material halus ke atmosfer.

Berdasarkan penelitian yang ada dalam manajemen radiasi matahari, para peneliti melakukan analisis mereka untuk sistem yang dapat memberikan kontribusi sekitar satu juta ton Aerosol setiap tahun pada ketinggian antara 18 hingga 25 km di berbagai lintang 30°N dan 30°S wilayah Amerika.

Studi ini menyimpulkan bahwa dengan menggunakan pesawat akan mempermudah analisis, termasuk manufaktur teknik dan operasi. Pengembangan baru pesawat khusus tampaknya menjadi pilihan yang paling murah dengan biaya sekitar 1 hingga 2 miliar dollar per tahun. Pesawat yang ada akan lebih mahal karena jenis yang ada tidak dioptimalkan pada ketinggian yang diinginkan dan akan membutuhkan modifikasi yang cukup mahal.

Meskipun yang satu ini sepenuhnya hanya berupa teoritis, ide membangun pipa gas besar 20 km diatas atmosfer dan didukung platform helium mengambang, justru akan menawarkan biaya terendah dibanding menyebarkan aerosol melalui pesawat. Pembangunan pipa dan pengujian untuk memastikan keamanan, ketinggian, seluruh sistem membawa ketidakpastian yang besar. Profesor Apt menyatakan, mereka berharap penelitian ini akan membantu ilmuwan lain melihat metode baru yang lebih baik untuk menyebarkan partikel aerosol dan membantu mereka untuk mengeksplorasi metode dengan peningkatan efisiensi hingga risiko lingkungan akan berkurang.

Penelitian ini jelas menyatakan bahwa mereka tidak berusaha untuk menjawab isu tentang Aerosol di stratosfer, atau isu-isu risiko terhadap lingkungan, efektivitas atau pemerintahan yang akan menambah biaya geoengineering manajemen radiasi matahari. Dan saat ini, aerosol dianggap salah satu materi yang memenuhi syarat guna mengurangi radiasi matahari, terlebih pemanasan global tahun ini semakin meningkat.

Sumber : cutpen.com

Kamis, 13 Juni 2013

NASA Menemukan Banyak Portal Ruang Waktu

Selama ini, portal yang menghubungkan ruang dan waktu antara bumi dan sebuah alam lain hanya dijumpai pada film-film fiksi ilmiah. Bisa jadi, hal yang seolah
hanya khayalan tersebut akhirnya jadi kenyataan. Kabarnya, NASA telah menemukan banyak portal  antara bumi dan matahari.

Pengamatan oleh pesawat ruang angkasa NASA THEMIS menunjukkan bahwa portal magnetis tersebut terbuka puluhan kali setiap hari. Mereka biasanya 
terletak beberapa puluh ribu kilometer dari Bumi.   


Masalah yang harus dihadapi adalah, portal  magnetik tidak terlihat, tidak stabil, dan sulit dipahami. Mereka membuka dan menutup tanpa peringatan "dan tidak
ada rambu-rambu untuk membimbing kita kedalam," catatan Scudder.

Wuih, penjelajahan ke dunia masa depan siap dimulai!